THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Minggu, 22 November 2009

Masyarakat Betawi dan Pantun Melayu Sunda Didokumentasikan

Masyarakat Betawi

Menurut garis besarnya, wilayah Budaya Betawi dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu Betawi Tengah atau Betawi Kota dan Betawi Pinggiran. Yang termasuk wilayah Betawi Tengah merupakan kawasan yang pada zaman akhir Pemerintah kolonial Belanda termasuk wilayah Gemeente Batavia, kecuali beberapa tempat seperti Tanjung Priuk dan sekitarnya. Sedangkan daerah - daerah lain diluar daerah tersebut, terutama daerah - daerah diluar wilayah DKI Jakarta, merupakan wilayah budaya Betawi Pinggiran, yang pada masa lalu oleh orang Betawi Tengah biasa disebut Betawi Ora.

Pembagian kedua wilayah budaya itu bukan semata - mata berdasarkan geografis, melainkan berdasarkan ciri - ciri budayanya, termasuk bahasa dan kesenian tradisi yang didukungnya. Menurut garis besarnya dialek Betawi dapat dibagi menjadi dua sub dialek, yaitu sub dialek Betawi Tengah dan sub dialek Betawi Pinggiran.

Di wilayah budaya Betawi Tengah tampak keseniannya sangat besar dipengaruhi kesenian Melayu, sebagaimana jelas terlihat pada orkes dan tari Samrah. Disamping itu masyarakatnya merupakan pendukung kesenian bernafaskan Agama Islam, sedangkan didaerah pinggiran berkembang kesenian tradisi lainnya, seperti Wayang Topeng,Lenong, Tanjidor dan sebagainya, yang tidak terdapat dalam lingkungan masyarakat Betawi Tengah.

Timbulnya dua wilayah budaya itu disebabkan berbagai hal, diantara lain karena perbedaan histories, ekonomis, sosiologis, perbedaan kadar dari unsure - unsure etnis yang menjadi cikal bakal masing - masing, termasuk kadar budaya asal suku yang mempengaruhi kehidupan budaya mereka selanjutnya. Agar hal - hal tersebut menjadi lebih jelas, maka selayang pandang akan disajikan latar belakang sejarah terbentuknya masyarakat Betawi, yang sangat erat kaitannya dengan sejarah Jakarta dan sekitarnya.

Pantun Melayu Sunda Didokumentasikan

BANDUNG, SENIN--Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat mendokumentasikan 1.313 pantun Melayu Betawi dalam buku berjudul Pantun Melayu Sunda di awal Januari 2009. Tujuannya melestarikan budaya dan karya sastra S unda sekaligus melindungi karya sastra Indonesia dari klaim negara lain.

Menurut Penanggungjawab proyek, Wiana Sundari, Senin (12/1) di Bandung, latar belakang pembuatan buku terkait eratnya hubungan pantun M elayu Betawi dalam kehidupan sebagian masyarakat Jabar, seperti Bekasi, Depok, dan Bogor. Pantun Melayu Betawi yang masih sering dibawakan itu memuat banyak pesan positif yang berguna bagi kehidupan sehari-hari.

Beberapa waktu terakhir, pantun Melayu Betawi bahkan sering dilombakan di Bekasi, Depok, dan Bogor. Pesertanya bertambah banyak dan kebanyakan anak muda yang membawakan pantun lama dan baru, kata Wiana yang juga menjabat sebagai Kepala Sub Dinas Kebudayaan pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jabar.

Oleh karena dalam tiga bulan terakhir, dibantu ahli pantun Melayu Betawi seperti Maman Mahayana dari Universitas Indonesia, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jabar bergerak membuat bukunya. Diharapkan, dalam bentuk buku, masyarakat mempunyai dokumentasi tertulis sehingga pantun bisa lestari dan diapresiasi setiap saat. Hal ini sesuai dengan Peraturan Daerah Jawa Barat No 5 Tahun 2003 tentang Pemulihan Bahasa dan Sastra Daerah.

Pencarian data dilakukan baik melalui studi literatur atau mencari pantun yang masih disajikan lisan oleh masyarakat, katanya.

Ia mengakui, dokumentasi buku itu belum bisa menampung semua pantun Melayu Betawi yang berkembang di masyarakat. Keterbatasan waktu dan data masih menjadi kendala. Namun, hal itu akan diperbaiki dalam rencana penerbitan buku pantun melayu sunda selanjutnya.

Selain bertujuan melestarikan karya sastra sunda, penerbitan buku pantun Melayu Betawi ini juga mencegah munculnya potensi klaim salah satu negara tetangga Indonesia tentang karya sastra Sunda, khususnya pantun Melayu Betawi . Ia mengatakan, saat ini, negara tetangga itu dalam tahap menerbitkan buku mengenai pantun.

Setelah buku Pantun Melayu Betawi diterbitkan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jabar akan langsung didaftarkan ISBN atau angka buku berstandar internasional. Dengan begitu dokumentasi buku yang sudah ada tidak bisa diklaim menjadi milik pihak lain, katanya.

Sebelumnya, dengan tujuan memperkaya khazanah pengobatan, melestarikan bahasa, dan aksara Sunda , Universitas Padjadjaran berencana membuat kamus kesehatan berbahasa Sunda.

Menurut Rektor Universitas Padjadjaran Ganjar Kurnia, ide berawal dari banyaknya istilah kesehatan dalam bahasa Sunda belum terdata baik. Padahal, hal ini tentu menjadi sumber pengetahuan baru bagi tenaga dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Perannya sebagai alat d iagnosa keluhan pasien, khusus masyarakat berbahasa sunda, sangat besar.(CHE)

0 komentar: